Minggu, 08 Agustus 2010

garam dan gula

Filosofi garam
Ketika air mata bermimpi untuk memberi inspirasi dan tawa berharap memecahkan masalah

Ada seorang pria yang dalam hidupnya selalu mengeluh setiap saat. “Aku tak tahan untuk hidup seperti ini, masalah datang bertubi-tubi, kesulitan dan kesialan datang dan pergi silih berganti!”. Setiap orang , teman dan sahabatnya yang mendengar keluhan pria tadi berusaha untuk menasehati, dan menghibur. “Kamu harus sabar…ini sudah takdir”. Yang lain berujar “ Ini hanya cobaan Gusti Pengeran…”. Ada juga yang iseng mengejek. “ Mungkin ini karma atau dosa yang pernah kamu lakukan, sehingga sekarang kamu menerima akibatnya”.
Lelah mencari jawaban atas semua penderitaannya, sehingga suatu hari ia bertemu dengan seorang bijak, pada sang bijak, pria tersebut menceritakan segala penderitaan yang dialaminya. Setelah mendengar semua keluhannya, Sang Bijak memerintahkan agar pria tersebut mencari dan membawa 2 genggam garam. Pria tadi melakukan dengan senang hati permintaan dari Sang Bijak, karena dijanjikan akan diberitahu rahasia penderitaannya.
Ketika pria tadi kembali dengan membawa 2 genggam garam seperti yang diperintahkan, maka Sang Bijak mengambil segelas air putih dan meminta pria tadi untuk memasukkan segenggam garam dalam air dan mengaduknya. Setelah itu Sang Bijak berkata, “Minum air garam ini!”. Wow…haruskah air seasin ini kuminum?, dengan sangat terpaksa pria tadi meminumnya, dan……Hueek…!!!! Asin..Asin……!!! Dan si pria memuntahkan air asin dari mulutnya.
Setelah itu Sang Bijak mengajak si pria menuju ke sebuah danau.” Sekarang garam yang segenggam lagi lagi kamu masukkan ke dalam air danau dan aduk!” Si pria melakukan tepat seperti yang diperintahkan. “Sekarang ambil air danau itu dan minum”. Si pria mengambil air danau dan meminumnya dengan lega.” Bagaimana rasanya air danau yang kamu minum???”, tanya sang bijak. “ Wah…segar sekali..!!!!!! jawab si pria sambil tersenyum.
Sang Bijak menuturkan : “Sebenarnya penderitaan yang kamu alami dan yang juga dialami oleh semua orang, tidak lebih dan tidak kurang, seperti segenggam garam. Semua orang pasti mengalami rasa sedih, sakit, kecewa dan penderitaan. Perbedaannya adalah, kemana penderitaan itu diletakkan, apakah diletakkan ke dalam hati yang kecil dan picik seperti segelas air, ataukah diletakkan ke dalam jiwa yang lapang dan hati yang besar seperti sebuah danau."
Ketika hati kita kerdil dan pikiran kita sempit, penderitaan akan terasa sangat pahit dan sangat menyiksa, sebaliknya, kalau penderitaan itu kita terima dengan kesadaran dan keikhlasan, maka penderitaan itu bukan merupakan beban bagi kita. Jadi mulai sekarang, jangan lagi mempermasalahkan semua penderitaan, karena penderitaan itu sudah pasti ada, untuk kebesaran jiwa..!
Kebahagiaan dan penderitaan datang silih berganti, dan apakah ia dapat kita hindari? .Jika kita umpamakan penderitaan tadi sebagai segenggam garam,, apa yang terpikirkan ?, Apakah ia perlu diselesaikan, ataukah ia kita pertontonkan untuk mencari simpati dan empati dari orang lain?. Banyak orang senang mempertontonkan penderitaannya, berharap orang lain akan mengasihani dan ikut prihatin. Tetapi hal tersebut bukanlah menyelesaikan persoalannya, malahan penderitaan akan semakin melekat dan tak terpisahkan. Bila kita ingin diselesaikan, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah : “Siapkan hati dan pikiran untuk menerima, menerima semua kekurangan, kesalahan, kejengkelan, kebencian dan semua yang tidak menyenangkan.” Menyadari, bahwa semua itu adalah tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab orang lain, serta langkah terakhir, terimalah semua ketidaksenangan atau ketidaknyamanan itu di dalam hati yang lapang serta dalam kebesaran jiwa.
Yang paling utama diperlukan adalah kerendahan hati, kesabaran, dan ketulusan untuk memaafkan segala kekurangan. Kita kembangkan kesadaran, bahwa semua penderitaan adalah merupakan bagian dari jalan menuju kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungan dan saranya